Temple
Grandin sebuah kisah pemberi inspirasi
Haii hari ini aku akan membahas sebuah film berjudul Temple
Grandin. Ada yg tahu? Sebenarnya fim ini
diangkat dari kisah nyata. Film ini menceritakan kisah Temple Grandin sendiri.
Ia adalah seseorang yang mengidap penyakiy autis. Namun, dia memiliki bakat
yang sangat luar biasa. Ibunya selalu mengatakan bahwa dirinya itu “Different, but no less” yang berarti dia
berbeda tapi tidak kurang.
Temple yang mengidap autis ini ternyata mempunyai pandangan
yang berbeda. Ia melihat dunia secara visual ,dia berpikir dengan
memvisualisasikan apa yang dirasakannya. Apa yang dilihat dapat diingat secara rinci. Sangat hebat
sekali bukan? Yahh karena Temple mempunyai kekurangan, ia sering sekali di bully dan dipandang sebelah mata oleh
orang-orang di lingkungannya. Bagaimana ya Temple dapat menghadapi semuanya?
Review Film
Temple didiagnosis penyakit autis
pada umur empat tahun. Awalnya ibu Temple merasa curiga dengan anaknya yang
sudah berumur empat tahun tapi masih belum bisa berbicara, temple sendiri saat
itu tidak pernah mau bersosialisasi, bahkan saat ibunya mengajak bicara, Temple
tidak pernah menatap wajah ibunya. Pandangannya fokus ke arah lain. Setelah di
bawa ke dokter (mungkIn lebih tepatnya psikiater) barulah diketahui Temple
mengidap autis.
Awalnya
ibu Temple merasa tidak percaya anaknya mengidap autis. tetapi pada akhirnya
ibu Temple menerima kekurangan yang terjadi pada anaknya dan berusaha keras
agar Temple bisa hidup seperti anak normal lainnya. Salah satunya dengan
menyekolahkan Temple di sekolah biasa bukan di sekolah berkebutuhan khusus.
Disitulah
muncul kesulitan yang dihadapi oleh Temple. Ia mendapatkan perlakuan tidak baik
dari teman-temannya bahkan gurunya karena keterbatsannya itu. Temple yang
mempunyai kontrol emosi yang minim menghajar salah satu teman yang
mengolok-oloknya. Sehingga pada saat itu Temple dikeluarkan dari sekolahnya
karena dianggap melakukan kekerasan, walaupun ia melakukannya karena ada alasan.
Setelah
dikeluarkan dari sekolahnya, Temple dipindahkan ke sekolah yang baru yaitu di
Hampshire Country School, sekolah untuk gifted children, yaitu sekolah untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Disitu Temple bertemu
dengan seorang guru yang sangat menerima kekurangan Temple, Dr. Carlock yang
merupakan guru sains. Temple yang sangat menyukai sains pun bisa lebih
bersemangat menghadapi rintangan di lingkungannya tersebut.
Disekolah yang baru ditempatinya
itu, Temple menyukai bermain di dalam penangkaran kuda dan sapi. Temple
merasa bisa merasakan apa yang dirasakan hewan dan tidak dimengerti orang-orang
lainnya, sehingga ia lebih senang
memperhatikan perilaku binatang tersebut daripada manusia.
Di film ini lebih menceritakan
kisah perjuangan Temple saat memasuki dunia perkuliahan. Seperti yang pernah
dialaminya saat masa sekolah dulu, di universitas tempat ia belajar pun ia sering
dikatai aneh. Tetapi di film ini digambarkan
bahwa Temple sangat jago mendesain sekaligus membuat berbagai peralatan mekanis.
Seperti sebuah alat pemeluk yang terinspirasi oleh alat yang dibuat khusus
untuk menenangkan sapi. Temple membuatnya karena ia membutuhkan sebuah pelukan
yang dapat menenangkan dirinya saat sedang stress. Tetapi Temple sendiri tidak
suka dipeluk atau pun disentuh, bahkan oleh ibunya sendiri.
Begitu banyak
perjuangan yang telah dihadapi Temple, bahkan saat Temple memasuki dunia kerja
dan sempat dianggap aneh, padahal Temple sudah mempunyai gelar master of science.
Di akhir film
itu juga diceritakan awal mula Temple menjadi pembicara tentang autis, dia
berada di sebuah konvensi tentang autis bersama ibunya. Saat itu sang pembicara
berbicara tentang penanganan autis. Tiba-tiba saja Temple dari bangku penonton
berdiri dan menyatakan apa yang dia rasakan tentang autis. Beberapa orang
mengira dia orang tua anak autis, padahal tidak, dia menjelaskan dia adalah
penyandang autis yang beruntung mendapat kesempatan untuk sekolah dan juga
kuliah, saat itu dia sudah mendapat gelar Master of Science-nya. Orang-orang
pun kaget dan memintanya untuk berbicara di depan dan meminta diberi tahu
bagaimana ia bisa sembuh.
Tapi Temple menjawab :
“ Aku tidak bisa sembuh, sampai kapanpun aku tetap autis. ibuku menolak bila aku tidak bisa berbicara. Dan saat aku belajar berbicara, ia menyekolahkanku. Di dalam kekurangan ku aku mendapat anugrah, aku bisa melihat dunia dengan cara ku dan aku bisa melihat secara detail apa yang orang buta rasakan."
Pesan Moral
Janganlah kita rendah diri terhadap kekurangan yang
ada pada diri kita, karena hal tersebut bisa mengantarkan kita dalam kesuksesan
apabila kita terus berusaha. Seperti yang dihadapi oleh Temple Grandin yang
sekarang menjadi profesor di Colorado
State University dan bahkan memiliki peran penting dalam peternakan hewan di
Amerika walaupun ia memiliki keterbatasan. jadi, teruslah berusaha :)
