Rabu, 09 November 2016

Tugas IBD Resensi Film


Temple Grandin sebuah kisah pemberi inspirasi



                 Haii hari ini aku akan membahas sebuah film berjudul Temple Grandin.  Ada yg tahu? Sebenarnya fim ini diangkat dari kisah nyata. Film ini menceritakan kisah Temple Grandin sendiri. Ia adalah seseorang yang mengidap penyakiy autis. Namun, dia memiliki bakat yang sangat luar biasa. Ibunya selalu mengatakan bahwa dirinya itu “Different, but no less” yang berarti dia berbeda tapi  tidak kurang.

                  Temple yang mengidap autis ini ternyata mempunyai pandangan yang berbeda. Ia melihat dunia secara visual  ,dia berpikir dengan memvisualisasikan apa yang dirasakannya. Apa yang dilihat dapat diingat secara rinci. Sangat hebat sekali bukan? Yahh karena Temple mempunyai kekurangan, ia sering sekali di bully dan dipandang sebelah mata oleh orang-orang di lingkungannya. Bagaimana ya Temple dapat menghadapi semuanya?

Review Film 

Temple didiagnosis penyakit autis pada umur empat tahun. Awalnya ibu Temple merasa curiga dengan anaknya yang sudah berumur empat tahun tapi masih belum bisa berbicara, temple sendiri saat itu tidak pernah mau bersosialisasi, bahkan saat ibunya mengajak bicara, Temple tidak pernah menatap wajah ibunya. Pandangannya fokus ke arah lain. Setelah di bawa ke dokter (mungkIn lebih tepatnya psikiater) barulah diketahui Temple mengidap autis.

                Awalnya ibu Temple merasa tidak percaya anaknya mengidap autis. tetapi pada akhirnya ibu Temple menerima kekurangan yang terjadi pada anaknya dan berusaha keras agar Temple bisa hidup seperti anak normal lainnya. Salah satunya dengan menyekolahkan Temple di sekolah biasa bukan di sekolah berkebutuhan khusus.

                Disitulah muncul kesulitan yang dihadapi oleh Temple. Ia mendapatkan perlakuan tidak baik dari teman-temannya bahkan gurunya karena keterbatsannya itu. Temple yang mempunyai kontrol emosi yang minim menghajar salah satu teman yang mengolok-oloknya. Sehingga pada saat itu Temple dikeluarkan dari sekolahnya karena dianggap melakukan kekerasan, walaupun ia melakukannya karena ada alasan.

                Setelah dikeluarkan dari sekolahnya, Temple dipindahkan ke sekolah yang baru yaitu di Hampshire Country School, sekolah untuk gifted children, yaitu sekolah untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Disitu Temple bertemu dengan seorang guru yang sangat menerima kekurangan Temple, Dr. Carlock yang merupakan guru sains. Temple yang sangat menyukai sains pun bisa lebih bersemangat menghadapi rintangan di lingkungannya tersebut.

                Disekolah yang baru ditempatinya itu, Temple menyukai bermain di dalam penangkaran kuda dan sapi. Temple merasa bisa merasakan apa yang dirasakan hewan dan tidak dimengerti orang-orang lainnya, sehingga ia lebih senang memperhatikan perilaku binatang tersebut daripada manusia.

                Di film ini lebih menceritakan kisah perjuangan Temple saat memasuki dunia perkuliahan. Seperti yang pernah dialaminya saat masa sekolah dulu, di universitas tempat ia belajar pun ia sering dikatai aneh.  Tetapi di film ini digambarkan bahwa Temple sangat jago mendesain sekaligus membuat berbagai peralatan mekanis. Seperti sebuah alat pemeluk yang terinspirasi oleh alat yang dibuat khusus untuk menenangkan sapi. Temple membuatnya karena ia membutuhkan sebuah pelukan yang dapat menenangkan dirinya saat sedang stress. Tetapi Temple sendiri tidak suka dipeluk atau pun disentuh, bahkan oleh ibunya sendiri.

                Begitu banyak perjuangan yang telah dihadapi Temple, bahkan saat Temple memasuki dunia kerja dan sempat dianggap aneh, padahal Temple sudah mempunyai gelar master of science.
                Di akhir film itu juga diceritakan awal mula Temple menjadi pembicara tentang autis, dia berada di sebuah konvensi tentang autis bersama ibunya. Saat itu sang pembicara berbicara tentang penanganan autis. Tiba-tiba saja Temple dari bangku penonton berdiri dan menyatakan apa yang dia rasakan tentang autis.  Beberapa orang mengira dia orang tua anak autis, padahal tidak, dia menjelaskan dia adalah penyandang autis yang beruntung mendapat kesempatan untuk sekolah dan juga kuliah, saat itu dia sudah mendapat gelar Master of Science-nya. Orang-orang pun kaget dan memintanya untuk berbicara di depan dan meminta diberi tahu bagaimana ia bisa sembuh.

Tapi Temple menjawab :
“ Aku tidak bisa sembuh, sampai kapanpun aku tetap autis. ibuku menolak bila aku tidak bisa berbicara. Dan saat aku belajar berbicara, ia menyekolahkanku. Di dalam kekurangan ku aku mendapat anugrah, aku bisa melihat dunia dengan cara ku dan aku bisa melihat secara detail apa yang orang buta rasakan."


Pesan Moral

Janganlah kita rendah diri terhadap kekurangan yang ada pada diri kita, karena hal tersebut bisa mengantarkan kita dalam kesuksesan apabila kita terus berusaha. Seperti yang dihadapi oleh Temple Grandin yang sekarang menjadi profesor di  Colorado State University dan bahkan memiliki peran penting dalam peternakan hewan di Amerika walaupun ia memiliki keterbatasan. jadi, teruslah berusaha :)